Sabtu, 03 Oktober 2015

Masa Kerajaan Nasional



MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
“MASA KERAJAAN NASIONAL”




DISUSUN OLEH:
Eka Reni Puji Astuti
15030174018
Pendidikan Matematika
2015 C

DOSEN PENGAMPU
Dr. Made Pramono, MA



FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA





BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu Kerajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera. Berdiri pada abad ke VII, dibawah kekuasaan Wangsa Sailendra sekitar tahun 600-1400 M.
Sedangkan, Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekusaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Dari sejarah dan peninggalan-peninggalannya, kehidupan pada Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidak lepas dari nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas tentang sejarah dan nilai-nilai pancasila dalam masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Semoga makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi semua belah pihak.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1.           Bagaimana sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit?
2.           Bagaimana nilai Pancasila pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit?

1.3 Tujuan
Ada pun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
2.      Untuk mengetahui nilai Pancasila pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.


1.4 Manfaat
Ada pun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui sejarah dan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui nilai Pancasila sila pertama pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt adalah Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Bukti-Bukti Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Nama Sriwijaya sudah terkenal dalam perdagangan internasional. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai sumber yang menerangkan mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya, seperti di bawah ini.
  • Dari berita Arab diketahui bahwa pedagang Arab melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya, bahkan disekitar Sriwijaya ditemukan peninggalan bekas perkampungan orang Arab.
  • Dari berita India diketahui bahwa Keraaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan Kerajaan India, seperti Nalanda dan Colamandala bahkan Kerajaan Nalanda mendirikan prasasti yang menerangkan tentang Sriwijaya.
  • Dari berita Cina diketahui bahwa para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya sebelum melanjutkan perjalanan ke India dan Arab. Berita Cina juga menyebutkan pada abad ke-7 di Sumatra telah ada beberapa kerajaan, antara lain Kerajaan Tulang Bawang di Sumatra Selatan, Melayu di Jambi, dan Sriwijaya. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya ini dapat diperoleh informasinya, misalnya, dari cerita pendeta Buddha dari Tiongkok, I-tsing. Pada tahun 671, Ia berangkat dan Kanton ke India, kemudian singgah terlebih dahulu di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar tata bahasa Sanskerta. Pada tahun 685, dia kembali ke Sriwijaya dan menetap selama empat tahun untuk menerjemahkan berbagai kitab suci Buddha dan bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa. Karena dalam kenyataannya, dia tidak dapat menyelesaikan sendiri pekerjaan itu, maka pada tahun 689, dia pergi ke Kanton untuk mencari pembantu dan segera kembali lagi ke Sriwijaya. Selanjutnya, baru pada tahun 695, I-tsing pulang ke Tiongkok.
Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mengalami zaman keemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa pada abad ke-9. Wilayah Kerajaan Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatra, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Kerajaan Sriwijaya disebut kerajaan Nusantara pertama. Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim, pusat agama Buddha, pusat pendidikan, dan sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim karena mempunyai angkatan laut yang tangguh dan wilayah perairan yang luas. Karena begitu luas wilayahnya, maka Kerajaan Sriwijaya disebut Kerajaan Nusantara pertama.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat pendidikan penyebaran agama Buddha, dengan bukti catatan I-tsing dari China pada tahun 685 M, yang menyebut Sriwijaya dengan She-le-fo-she.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan karena Palembang sebagai jalur perdagangan nasional dan internasional. Banyak kapal yang singgah sehingga menambah pemasukan pajak.
Kemunduran Kerajaan Sriwijaya
Beberapa faktor penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya di antaranya adalah sebagai berikut:
  • Faktor geografis, berupa perubahan letak Kerajaan Sriwijaya. Perubahan ini erat kaitannya dengan pengendapan lumpur Sungai Musi yang mengakibatkan letak ibu kota Kerajaan Sriwijaya tidak lagi dekat dengan pantai. Akibatnya ibu kota Sriwijaya kurang diminati lagi oleh pedagang internasional.
  • Lemahnya kontrol pemerintahan pusat sehingga banyak daerah yang melepaskan diri.
  • Berkembangnya kekuatan politik di Jawa dan India. Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala tahun 1017 dan 1025. Pada tahun 1025, serangan itu diulangi sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singosari melakukan ekspcdisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya terjadi saat armada laut Majapahit menyerang Sniwijaya tahun 1377.
Raja-raja Kerajaan Sriwijaya
Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut:
  • Raja Daputra Hyang: Berita mengenai raja ini diketahui melalui prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah bercita-cita agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan bercorak maritim.
  • Raja Dharmasetu: Pada masa pemerintahan Raja Dharmasetu, Kerajaan Sriwijaya berkembang sampai ke Semenanjung Malaya. Bahkan, disana Kerajaan Sriwijaya membangun sebuah pangkalan di daerah Ligor. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mampu menjalin hubungan dengan China dan India. Setiap kapal yang berlayar dari India dan China selalu singgah di Bandar-bandar Sriwijaya.
  • Raja Balaputradewa: Berita tentang raja Balaputradewa diketahui dari keterangan Prasasi Nalanda. Balaputradewa memerintah sekitar abad ke-9, pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya berkembang pesat menjadi kerajaan yang besar dan menjadi pusat agama Buddha di Asia Tenggara. Ia menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Nalanda dan Cola. Balaputradewa adalah keturunan dari dinas Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya.
  • Raja Sri Sudamaniwarmadewa: Pada masa pemerintahan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, Kerajaan Sriwijaya pernah mendapat serangan dai Raja Darmawangsa dari Jawa Timur. Namun, serangan tersebut berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya.
  • Raja Sanggrama Wijayattunggawarman: Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami serangan dari Kerajaan Chola. Di bawah pimpinan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman akhirnya ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan kembali.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai berikut.
  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Karang Berahi
  • Prasasti Talang ibo
  • Prasasti Palas Pasemah
  • Prasasti Telaga Batu
  • Prasasti Kota Kapur
2.2 Nilai-nilai Pancasila Pada Masa Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke VII, di bawah kekuasaan Wangsa Sailendra dikenal sebagai Kerajaan Maritim yang mengadakan jalur perhubungan laut. Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, supaya rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya. Selain itu juga sudah ada badan yang bertugas mengurus pajak, harta benda kerajaan, kerohaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan dan patung-patung suci sehingga kerajaan dapat menjalakan sistem negaranya dengan nilai-nilai ketuhanan.
Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu Negara telah tercermin dalam Kerajaan Sriwijaya sebagaimana tersebut dalam perkataan “Marvuai Vannua Criwijaya Siddhayatra Subhika” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).
Pada hakekatnya nilai-niai budaya Kerajaan Sriwijaya telah menunjukan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
a)     Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya agama Budha dan Hindu yang hidup berdampingan secara damai. Pada Kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Buddha.
b)     Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Marsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar ke India menunjukan telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas aktif. Ajaran Budha juga tidak mengenal system kasta serta ajaran Budha Mahayana mengajarkan cita-cita kemanusiaan untu mencapai kenikmatan secara bersama-sama.
c)     Nilai sila ketiga, sebagai Negara Maritim, Kerajaan Sriwijaya telah menerapkan konsep Negara kepulauan sesuai dengan konsep wawasan nusantara. Selain itu, Prasasti Telaga Batu memberi bukti bahwa tata tertib Negara berisi ancaman dan pelanggaran. Prasasti Talang Tuwo mengatur ketentraman dan kesejahteraan dalam negeri. Prasasti Kota Kapur menunjukkan perluasan wilayah setelah situasi Sriwijaya aman. Persatuan juga dibuktikan melalui perkawinan politik antara raja Airlangga dan putri raja Sriwijaya untuk melestarikan bahasa Melayu Kuno sebagai bahasa komunikasi.
d)     Nilai sila keempat, Kerajaan Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang luas meliputi Siam dan Semenanjung Melayu. Selain itu, semua masalah diputuskan secara musyawarah melalui Dewan Nagari.
e)     Nilai sila kelima, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
2.3 Sejarah Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kerajaan ini termasuk kerajaan kuno di Indonesia yang berdiri pada tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya (1293 M). Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-14 yaitu pada masa kekuasaan Hayam Wuruk (1350-1389 M) yang didampingi oleh Patih Gadjah Mada (1331-1364 M). Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Majapahit menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di Semenanjung Malaya, Borneo, Sumatera, Bali, dan Filipina. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan untuk membuktikan keberadaan Majapahit adalah Pararaton (“Kitab Raja-Raja”) dalam bahasa Kawi dan Nagarakertagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton banyak menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari negeri Tiongkok dan negara-negara lain.
Masa Keemasan Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut sebagai Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dan tahun 1350-1389 M. Majapahit mencapal puncak kejayaannya dengan bantuan Mahapatihnya, Gadjah Mada. Di bawah perintah Gadjah Mada (1313-1364 M), Majapahit menguasai Iebih banyak wilayah. Pada tahun 1377 M, beberapa tahun setelah kematian Gadjah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang, menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya. Selain Gadjah Mada, Majapahit juga memiliki jendral yang juga terkenal bernama Adityawarman. Ia terkenal karena penaklukkannya di Minangkabau. Menurut Kakawin Nagarakertagama Pupuh Xlll-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian Kepulauan Filipina. Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tidak berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan Kerajaan Majapahit tidak dapat dilepaskan dari peran Patih Gadjah Mada yang sejak pemerintahan Tribhuwanatunggadewi telah bersumpah tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat menundukkan wilayah nusantara. Kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah ketika terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406 M, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Terjadi pula pergantian raja yang diperdebatkan pada tahun 1450-an dan pemberontakan besar oleh seorang bangsawan pada 1468 M. Kerajaan Majapahit berakhir pada tahun 1400 Saka atau 1478 M. Hal ini tampak pada candrasengkala (penanda tahun) yang berbunyi “sirna ilang kertaning bumi” yang berarti “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Pada tahun tersebut digambarkan gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Kemunduran Kerajaan Majapahit terjadi pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15. Pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan Islam berdiri yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul dibagian barat Nusantara. Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis, dan Italia menjelaskan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dan Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Raja-raja Majapahit
1.      Kertajasa Jawardhana atau Raden Wijaya (1293 – 1309)
2.      Raja Jayanegara (1309-1328)
3.      Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
4.      Hayam Wuruk (1350-1389)
5.      Wikramawardhana (1389-1429)
6.      Suhita
7.      Kertawijaya
8.      Rajasa Wardhana
9.      Purwawisesa
10. Brawijaya V
Bukti-Bukti Peninggalan Kerajaan Majapahit
1.      Candi Wringin Lawang
2.      Candi Brahu
3.      Candi Gentong
4.      Candi Tikus
5.      Candi Bajang Ratu
6.      Prasasti Gunung Butak
7.      Prasasti Majapahit di Blitar
8.      Prasasti Gajah Mada
2.4 Nilai-nilai Pancasila Pada Masa Kerajaan Majapahit
Sebelum Kerajaan Majapahit berdiri telah berdiri kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti yaitu, Kerajaan Kalingga(abad ke-VII), Sanjaya(abad keVIII), sebagai refleksi puncak budaya kerajaan tersebut dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Agama yang dilaksanakan pada zaman Kerajaan Majapahit ini adalah Agama Hindu dan Budha yang saling hidup berdampingan secara damai. Pada masa ini mulai dikenal beberapa istilah dan nilai-nilai Pancasila pada Kerajaan Majapahit, yaitu sebagai berikut:
a)     Nilai sila pertama, terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Istilah Pancasila terdapat dalam buku Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Empu Tantular mengarang buku Sutasoma yang terdapat Sloka persatuan nasional yang berbunyi”Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” yang artinya, walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda.
b)     Nilai sila kedua, terwujud pada hubungan baik Raja Hayam Wuruk dengan Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Disamping itu juga menjalin persahabatan dengan Negara-negara tetangga. Selain itu, dengan memberikan kebebasan desa untuk berotonomi khusus guna mensejahterakan rakyat mendorong kehidupan masyarakat menjadi tentram, damai, dan tertib.
c)     Nilai sila ketiga, diawali saat Raden Wijaya meminta bantuan perlindungan kepada Arya Wiraraja (Bupati Sumenep) untuk membuka hutan tarik. Kebersamaan orang Tumapel dan masyarakat Madura bersatu dengan balatentara Tartar dari Cina Mongol untuk menyerbu Jayakatwang (raja Kadiri). Terwujudnya keutuhan kerajaan, khususnya dalam Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331.
d)     Nilai sila keempat, terdapat semacam penasehat dalam tata pemerintahan Majapahit yang menunjukan nilai-nilai musyawarah mufakat. Menurut Prasasti Kerajaan Brambang(1329), dalam tata Pemerintahan Kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan. Seperti, Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yng berarti memberikan nasehat kepada Raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama.
e)     Nilai sila kelima, terwujud dengan berdirinya kerajaan selama beberapa abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Selain itu, upaya keadilan dan kesejahteraan sosial dibangun melalui pengembangan ekonomi berbasis pertanian dan perdagangan.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasaan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya sejarah dan nilai-nilai budaya pada kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah menunjukan nilai-nilai Pancasila. Yang terwujud dalam Peniggalan-peninggalan dan histori kehidupannya.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan bahwa sebagai calon guru dan generasi pemuda Indonesia yang hidup pada masa modern, sudah semestinya kita mempertahankan juga mempraktekannya pada kehidupan kita sehari-hari.
Menjadi manusia yang ber-Pancasila, sehingga nantinya kita bisa memberi contoh yang baik bagi peserta didik dan menjadi Warga Negara yang seutuhnya.








DAFTAR PUSTAKA

Warsono, dkk. 2014. Pendidikan Pancasila. Surabaya: Unesa University Press.
Haryono, Timbul. 1997. "Kerajaan Majapahit: Masa Sri Rajasanagara sampai Girindrawarddhana". Jurnal Humaniora, (online) No. 5, (http://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1902/1707, 3 Oktober 2015).
(diakses tanggal, 30 September 2015)
(diakses tanggal, 30 September 2015)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar